BUKU
Vs TV
Dulu
buku merupakan sesuatu yang sangat berharga dan sangat dijaga keberadaannya.
Hanya
sebagaian rakyat yang benar-benar mampu yang bisa memiliki buku.
Bahkan
di era kerajaan, arsip berupa buku merupakan harta dari kerajaan dan disimpan dengan
rapi di perpustakaan kerajaan.
Bila
kita mengingat beberapa abad yang lalu, salah satu yang dihancurkan barat
ketika menyerbu daerah lain adalah dengan menyerang perpustakaan dan membakar
bukunya. Dengan harapan mereka menjadi bodoh, terbelakang dan mudah untuk
dikendalikan dalam kekuasaan pemimpin baru.
Ingat
ketika Cordoba di serang, disitu buku dan tulisan beberapa filsof Islam pun
dibakar habis sampai tidak tersisa.
Memang
di zaman dahulu, buku atau kumpulan tulisan merupakan salah satu hiburan yang
mereka miliki, sehingga mereka menjadi suka dan bahkan rela untuk menjaga,
memiliki dan membaca setiap buku yang ada.
Di
zaman sekarang, Buku sudah bukan merupakan yang favorit. Tetapi buku menjadi
momok bagi anak-anak sampai orang dewasa. Bahkan mereka membaca bukan karena
kebutuhan tetapi dikarenakan kewajiban pada waktu di sekolah. Buku sudah bukan
menjadi hiburan, tetapi hanya sebuah kewajiban untuk menyelasikan tugas sekolah
dan sebagainya.
Kenapa
hal ini bisa terjadi???
Yang
paling sederhana jawabannya karena mereka sudah mempunyai hiburan yang lain dan
sangat popular dan tidak perluh keluar rumah bahkan merogoh kocek. Hiburan itu
bernama Televisi.
Hampir
di setiap rumah di pelosok Indonesia sudah mempunyai Televisi, mulai dari yang
kaya sampai yang miskin. Dengan disuguhi acara yang penuh sesak dan bervariasi
membuat Televisi menjadi idola di masyarakat.
Pengelola
TV sendiri berlomba-lomba membuat acara yang bagus dan live di waktu Prime time
(18.00 -22.00 WIB) demi megejar Rating dan iklan yang banyak.
Apakah
kita menyalakan acara TV?
Tidak
sepenuhnya benar. Kita tidak mungkin bisa menghalangi pengelola TV untuk
mengejar rating, tetapi minimal kita bisa menyaring dan membatasi anak cucu
kita dalam menyaksikan TV.
Kenapa
hal ini dilakukan, karena acara di TV tidak seluruhnya mengajak ke jalan yang
positif tetapi ada juga yang mengarah ke hal yang negative. Dari sini peran
orang tua dan keluarga akan menjadi penting dalam membatasi hal tersebut.
Berdasarkan
pengamatan diatas maka, sudah selayaknya orang tua memberi contoh bahwa di jam
malam yang waktunya belajar maka TV harus dimatikan, jadi anak belajar, orang
tua ikut mengawasi. Jangan anak disuruh belajar malah ibu lihat sinetron.
Disiplin
tinggi dan taat aturan akan membuat anak-anak bisa dan mau untuk belajar dan
bahkan membaca.
Kembali
ke buku. Fungsi buku sebagai hiburan juga harus diaktifkan.
Ketika
anak dan orang tua menganggap buku sebagai hiburan maka kegiatan membaca dan
memahami buku akan menjadi kegiatan yang menarik. Bukan begitu???
Disini
yang diperlukan adalah formula untuk mengembalikan buku sebagai pusat
pengetahuan dan hiburan.Sekarang mari
kita fikirkan bersama agar untuk kedepannya, generasi kita lebih suka membaca
buku daripada menonton TV.
Ayo
Jelajah Dunia Dengan Membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar